Selasa, 03 November 2015

Tugas Psikologi Sosial : Prejudice

Maginda Laia              (705140116)
Serrena Chayadhy     (705140123)
Elvina Salim                (705140128)
Anggi Maria C.            (705140155)
Lisa Bella H.                (705140156)
Cardinsa Gemelli        (705140166)

Jurnal:
"Stigma dan Diskriminasi HIV dan AIDS (ODHA) di masyarakat basis anggota nadhlatul Ulama (NU Bangil): Studi kajian peran strategis Faith Based Organization (FBO) dalam isu" penulis Zainul Ahwan. Sumber: Jurnal ilmu sosial dan politik, Universitas Yudharta Pasuruan.

1.     Proses terjadinya diskriminasi pada ODHA 
·         Kurangnya pengetahuan atau informasi yang diperoleh masyarakat NU Bangil tentang HIV/ AIDS baik dalam tinjauan medis, agama, dan HAM. Pengetahuan HIV dan AIDS yang masih awam inilah yang menjadikan masyarakat mempunyai kesimpulan-kesimpulan yang tidak sesuai dengan persoalan HIV dan AIDS yang sebenarnya. Masyarakat masih banyak yang menganggap bahwa HIV dan AIDS itu bisa menular melalui kontak social seperti bersalaman, makan bersama, bertemu dalam ruangan yang sama, menghirup udara didekat ODHA dan seterusnya. Hal ini dapat dijelaskan dengan Teori belajar sosial menjelaskan bahwa prasangka berkembang karena individu mempelajarinya (Sarwono & Meinarno, 2009).
·         Mitos yang disosialisasikan secara Mitos merupakan sesuatu yang berhubungan erat dengan sebuah keyakinan dan bersifat turun-temurun berkembang dimasyarakat Bangil. Dalam persoalah HIV, masyarakat NU bangil juga masih mempunyai anggapan [mitos] bahwa HIV dan AIDS itu bisa menular dengan hidup bersama ODHA, melakukan kontak social dengan ODHA, ODHA harus dijauhi karena HIV bisa melur lewat pertukaran udara, HIV dan AIDS merupakan penyakit kutukan Tuhan bagi para mereka yang telah melanggar norma-norma agama dan susila dalam kehidupan socialHal tersebut dapat dijelaskan dengan teori Dominasi Sosialdimana mitos sosial melegitimasi hirarki dan diskriminasi sehingga kelompok menjadi dominan dan superior terhadap out group (Sarwono & Meinarno, 2009).

·         Pandangan Agama memiliki pengaruh yang kuat terhadap cara pendang dan pola perilaku masyarakat Bangil. Agama memiliki pengaruh yang kuat terhadap cara pandang dan pola prilaku manusia. Sehingga dengan atas nama agama bisa dijadikan sebagai justifikasi sekaligus sebagai legitimasi bagi seseorang untuk memberikan sikap dan tindakannya. Kasus stigmatisasi dan diskriminasi HIV yang terjadi dimasyarakat NU bangil juga merupakan implikasi dari pandangan agama yang dijadikan justifikasi tindakan tersebut. Masih banyak masyarakat NU Bangil yang melakukan stigmatisasi dan diskriminasi HIV berdasarkan pengertahuannya bahwa HIV dan AIDS semata-mata hasil dari perbuatan sexsual duiluar hubungan yang disahkan oleh agama. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui teori Dogmatisme dan close mindednessRokeach menjelaskan bahwa prasangka lebih menekankan gaya kognitif, generalisasi dari sindrom ketidaktoleransian ini dapat dikatakan sebagai dogmatis atau ketertutupan sikap (close mindedness). Hal ini dikarakteristikkan dengan adanya kontradiksi antara sistem kepercayaan satu dengan yang lainnya, resistensi terhadap hal-hal baru, serta menuntut justifikasi pihak otoritas terhadap kepercayaan yang dimilikinya (Sarwono & Meinarno, 2009).





  1. Bentuk-bentuk Diskriminasi ODHA
·         Bentuk-bentuk diskriminasi ODHA yang terjadi dalam masyarakat Bangil dapat dijelaskan dalam bentuk menolak untuk menolong (reluctance to help)Menolak untuk menolong orang lain yang berasal dari kelompok tertentu (masyarakat Bangil) seringkali dimaksudkan untuk membuat kelompok lain (kelompok ODHA) tetap berada dalam posisi yang kurang beruntung. Serta dalam bentuk tokenisme adalah minimnya perilaku positif terhadap kaum ODHA. (Sarwono & Meinarno, 2009).  Pada jurnal dijelaskan contoh perilaku yang dilakukan oleh masyarakat Bangil yang dicerminkan dari ketidakmauan mereka untuk mengadakkan kegiatan religi bersama kaum ODHA. Selain itu, keluarga kaum ODHA cenderung memberikan opini negatif terhadap anggota keluarganya yang tergolong kaum ODHA. Salah satu contoh opininya masyarakat menyatakan bahwa penyakit ODHA adalah kutukkan Tuhan.   

 3.     Intervensi untuk Mengurangi Diskriminasi
·         Pertama kita harus lakukan adalah mengubah stereotype dari tokoh agama tersebut karena tokoh agama tersebut adalah tokoh yang berpengaruh di lingkungan tersebut, Jika proses sosialisasi (untuk mengubah stigma masyarakat) dilakukan terhadap masyarakat oleh lembaga selain keagamaan, ada baiknya saat penyuluhan juga dihadirkan tokoh agama berpengaruh. Tujuannya agar sosialisasi lebih efektif.
·         Dapat dilakukan dengan Direct Intergroup Contact, Pettigrew menyatakan bahwa prasangka yang terjadi antar kelompok dapat dikurangi dengan cara meningkatkan intensitas kontak antar kelompok yang berprasangka tersebut. Hal yang dijelaskan ini terkenal sebagai teori kontak hipotesis. Dasar argumentasinya adalah meningkatnya kontak memungkinkan terjadinya pemahaman yang lebih mendalam mengenai kesamaan yang mungkin mereka miliki yang akan menimbulkan daya tarik dari dua belah pihak (Sarwono & Meinarno, 2009). Meningkatnya kontak antara masyarakat Bangil dengan ODHA dapat memperkuat hasil langkah pertama (masyarakat dibuat untuk tidak takut dan tidak membenci kaum ODHA).



Minggu, 05 Oktober 2014

What I Got Today ? Pertemuan IX 3/10/2014



Eksistensi

Pengertian
}  Aliran filsafat yang pokok utamanya adalah manusia dan cara beradanya yang khas di tengah makhluk lainnya.
}  Jiwa eksistensialisme ialah pandangan manusia sebagai eksistensi.
}  Manusia bereksistensi barulah manusia menemukan diri sebagai aku dengan keluar dari dirinya.
}  Pusat diriku terletak di luar diriku. Ia menemukan pribadinya dengan seolah-olah keluar dari dirinya sendiri dan menyibukkan diri dengan apa yang diluar dirinya.
}  Hanya manusialah bereksistensi. Eksistensi tidak bisa disamakan denang ‘berada’.
Pohon, anjing berada, tapi tidak berseksistensi.
}  Eksistensialisme dari segi isi bukan satu kesatuan, tapi lebih merupakan gaya berfilsafat.
}  Beberapa tokoh filsafat yang menganut gaya eksistensialisme, adalah
Kierkegaard, Edmund Husserl, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, Jean Paul Sartre, dan masih banyak lagi
}  Sulit menyeragamkan defenisi mengenai eksistensialisme, karena adanya perbedaan pandangan mengenai eksistensi itu sendiri.
}  Namun satu hal yg sama:
 filsafat harus bertitik tolak pada manusia konkrit, manusia sebagai eksistensi, maka bagi manusia eksistensi mendahului esensi.

Ciri- ciri Eksistensialisme
       Motif pokok adalah eksistensi, cara manusia berada. Hanya manusia bereksistensi.
       Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan diri secara aktif, berbuat, menjadi, merencanakan.
       Manusia dipandang terbuka, belum selesai. Manusia terikat pada dunia sekitarnya, khususnya pada sesamanya.
       Memberi penekanan pada pengalaman konkrit.


Pandangan Kierkegaard 

       Soren Aabye Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark 15 Mei 1813. Belajar teologi di Universitas Kopenhagen, tapi tidak selesai. Saat 3 saudara, ayah, dan ibunya meninggal ia mengalami krisis.
       Sempat menjauh dari temannya dan agama.
       Sempat bertunangan dg Regina Olsen, tapi tidak jadi menikah.
       Dan pada tahun 1849 kembali lagi ke agamanya (Kristen).
       Meninggal 1855 sebagai orang religius dan dipandang sbg tokoh di gerejanya.
       Dia dikenal sebagai bapa eksistensialisme, aliran filsafat yang berkembang 50 tahun setelah kematiannya.

Pokok ajaran Kierkegaard
       Mengkritik  Hegel : Kierkegaard memandang Hegel sebagai pemikir besar, tapi satu hal yang dilupakan Hegel  menurut Kierkegaard  adalah eksistensi manusia individual dan konkret. Manusia tidak dapat dibicarakan ‘pada umumnya’ atau ‘menurut hakekatnya’, karena manusia pada umumnya tidak ada.
       Yang ada itu adalah manusia konkret yang semua penting, berbeda dan berdiri di hadapan Tuhan.
       Eksistensi menurut Kierkegaard : merealisir diri, mengikat diri dengan bebas, dan mempraktekkan keyakinannya dan mengisi kebebasannya.
       Hanya manusia bereksistensi, karena dunia, binatang dan sesuatu lainnya hanya "ada".  Juga Tuhan ‘ada’. Tapi manusia harus bereksistensi, yakni menjadi (dalam waktu) seperti ia (akan) ada (secara abadi).
       Ada tiga cara bereksistensi: tiga sikap terhadap hidup, yaitu:
1.    Sikap estetis: Merengguh sebanyak mungkin kenikmatan, yangg dikuasai oleh perasaan. Cara hidup yg amat bebas. Manusia harus memilih hidup terus dengan kenikmatan atau meloncat ke tingkat lebih tinggi lewat pilihan bebas.
2.    Sikap etis: Sikap menerima kaidah-kaidah moral, suara hati dan memberi arah pada hidupnya. Ciri khasnya menerima ikatan perkawinan. Manusia sudah mengakui kelemahannya, tapi belum melihat cara mengatasinya. Bila ia mengakui butuh pertolongan dari atas, maka ia loncat ke sikap hidup religius.
3.    Sikap religius: Berhadapan dengan Tuhan, manusia sendirian. Karena manusia religius percaya pada Allah, maka Allah memperlihatkan diri-Nya pada manusia. Percaya model A ialah Allah hadir dimana-mana. Yang sukar adalah percaya model B: percaya bahwa Allah menerima wajah manusiawi dalam Yesus agar bisa berjumpa dengan Dia. Kita percaya model B, bila kita percaya bahwa kita yang lahir dalam waktu bisa menjadi abadi. Kita bisa menjadi seperti yang kita percayai.

Manusia menjadi seperti apa yang dipercayai nya ?
       Pernyataan Parmenides hingga Hegel: ‘Berpikir sama dengan berada’ ditolak oleh Kierkegaard, karena menurutnya ‘percaya itu sama dengan menjadi’. Disini dan kini manusia percaya dan menentukan bagaimana dia akan ada secara abadi. Manusia memilih eksistensinya entah sebagai penonton yangg pasif, atau sebagai pemain atau individu yang menentukan sendiri eksistensinya dg mengisi kebebasannya.

Waktu dan keabadian
       Setiap orang adalah campuran dari ketakterhinggaan dan keterhinggaan. Manusia adalah gerak menuju Allah, tapi juga terpisah atau terasing dari Allah. Manusia dapat menyatakan YA kepada Tuhan dalam iman, atau mengatakan TIDAK.  Jika ia mengatakan YA, ia akan menjadi yang ia ada. Manusia hidup dalam dua dimensi sekaligus, yaitu keabadian dan waktu.
Kedua dimensi itu bertemu dalam saat”’. Saat adalah titik dimana waktu dan keabadian bersatu. Kita menjadi eksistensi dalam “saat”, yaitu saat pilihan.
Pilihan itu suatu loncatan dari waktu ke keabadian.

Subjektivitas dan Eksistensi Tugas
       Eksistensi manusia bukan sekadar suatu fakta, tapi lebih dari itu. Eksistensi manusia adalah tugas, yang harus dijalani dengan kesejatian sehingga orang tidak tampil dengan semu. Bila eksistensi suatu tugas, ia harus dihayati sebagai suatu yang etis dn religius.
Eksistensi sebagai tugas disertai oleh tanggung jawab. Tidak seperti berada dalam massa, eksistensi sejati memungkinkan individu memilih dan mengambil keputusan sendiri. Untuk itulah Kierkegaard menganggap subyektivitas dan eksistensi sejati itu suatu tugas.

Publik dan Individu
       Pendapat umum kerap didukung oleh khalayak ramai yang anonim belaka. Publik bagi Kierkegaard hanya abstraksi belaka, bukan realitas. Publik menjadi berbahaya bila itu dianggap nyata.
       Orang sering berusaha menggabungkan diri dalam kelompok dengan mengumpul tanda tangan. Ini bukti orang itu tidak berani tampil sendiri secara berarti. Mereka itu orang-orang lemah. Mengandalkan diri pada kekuatan numerik. Ini adalah kelemahan etis. Kierkegaard bukan menolak adanya kemungkinan bagi manusia untuk bergabung dengan yang lain.
Hanya setelah individu itu mencapai sikap etis barulah penggabungan bersama dapat disarankan. Kalau tidak, penggabungan individu yang lemah sama memuakkan seperti perkawinan antara anak - anak”


Pandangan Jean Paul 


}  Lahir di Paris 1905
}  1929 menjadi guru
}  1931-36 dosen filsafat
            di Le Havre
}  1941 menjadi tawanan perang
}  1942-44 dosen Loycee Pasteur
}  Banyak menulis karya filsafat
dan sastra.
Dipengaruhi oleh Husserl dan
Heidegger.

Pemikiran Sartre
}  Sulit menjabarkan pemikiran filsafat Sartre secara singkat.
}  Bagi Sartre, manusia mengada dengan kesadaran sebagai dirinya sendiri.
    Keberadaan manusia berbeda dg keberadaan benda lain yg tdk punya kesadaran.
}  Untuk manusia eksistensi adalah keterbukaan, beda dengan benda lain yang keberadaannya sekaligus berarti esensinya.  Bagi manusia eksistensi mendahului esensi.
}  Asas pertama untuk memahami manusia harus mendekatinya sebagai subjektivitas. Apapun makna yang diberikan pada eksistensinya, manusia sendirilah yang bertanggung jawab.
}  Tanggungjawab yg menjadi  
beban kita jauh lebih besar
dari sekedar tanggung jawab
terhadap diri kita sendiri.

}  Dibedakan "berada dalam diri" dan "berada untuk diri"
}  Berada dalam diri = berada an sich, berada dalam dirinya, berada itu sendiri. Mentaati prinsip it is what it is. Maka bagi Sartre  segala yang berada dalam diri: memuakkan.
}  Sementara berada untuk diri=berada yg dengan sadar akan dirinya, yaitu cara berada manusia. Manusia punya hubungan dengan keberadaannya. 
      Bertanggungjawab atas fakta bahwa ia ada. Mis. Manusia bertanggung jawab bahwa ia pegawai, dosen. Benda tidak sadar bahwa dirinya ada, tapi manusia sadar bahwa dia berada. Pada manusia ada kesadaran.
}  Biasanya kesadaran kita bukan kesadaran akan diri, melainkan kesadaran diri.
}  Baru kalau kita secara refleksif menginsyafi cara kita mengarahkan diri pada objek, kesadaran kita diberi bentuk kesadaran akan diri.
}  Tuhan tidak bisa dimintai tanggung jawab . Tuhan tidak terlibat dalam putusan yang diambil oleh manusia. Manusia adalah kebebasan, dan hanya sebagai makhluk yang bebas dia bertanggung jawab.
}  Tanpa kebebasan eksistensi manusia menjadi absurd. Bila kebebasannya ditiadakan, maka manusia hanya sekedar esensi belaka.

Yang mengurangi kebebesan manusia
}  Beberapa kenyataan (kefaktaan) yang mengurangi penghanyatan kebebasan :
1)    Tempat kita berada : situasi yang memberi struktur pada kita, tapi juga kita beri struktur.
2)    Masa lalu : tidak mungkin meniadakannya karena masa lampau menjadikan kita sebagaimana kita sekarang ini.
3)    Lingkungan sekitar (Umwelt)
4)    Kenyataan adanya sesama manusia dg eksistensinya sendiri.
5)    Maut: tidak bisa ditunggu saat tibanya, walaupun pasti akan tiba.
Walaupun kefaktaan ini melekat dlm eksistensi manusia, tapi kebebasan eksistensial tidak bisa dikurangi atau ditiadakan.

Kebutuhan manusia
}  Dalam eksistensi manusia, kehadiran selalu menjelama sebagai wujud yang bertubuh. Tubuh mengukuhkan kehadiran manusia.
}  Tubuh sebagai pusat orientasi tidak bisa dipandang sebagai alat sematamata,tapi mengukuhkan kehadiran kita sebagai eksistensi.

Komunikasi dan Cinta
}  Komunikasi = suatu hal yang apriori tak mungkin tanpa adanya sengketa, karena setiap kali orang menemui orang lain pada akhirnya akan terjadi saling objektifikasi, yang seorang seolah-seolah membekukan orang lain.  Terjadi saling pembekuan sehingga masing-masing jadi objek.
}  Cinta = bentuk hubungan keinginan saling memiliki (objek cinta). Akhirnya cinta bersifat sengketa karena objektifikasi yang tak terhindarkan.

 sumber : 
 Slide Eksistensi 3/10/2014 oleh Bapak Raja Oloan T.
  http://wp.production.patheos.com/blogs/emergentvillage/files/2014/09/soren-kierkegaard.jpg
http://pvspade.com/Sartre/littlesa.jpg    

http://www.flintandtinder.co.uk/tinderbox/wp-content/uploads/2010/07/quote.jpg