Hari ini, adalah hari yang paling berbeda dari hari-hari sebelumnya, hari ini kami belajar dari pukul 8 pagi hingga pukul 4.40 sore hari, in dikarena kan jadwal UTS MKU kami bertepan dengan jadwal kuliah umum yang telah dijadwalkan sebelumnya, sehingga pelajaran yang dipelajari lebih banyak hari ini sebagai pengganti hari tersebut.
Hari ini kami menjalani 4 sesi, awal nya saya berpikir ini adalah hari yang berat, namun ternyata saya salah, walaupun sedikit melelahkan hari ini adalah hari yang sangat berkesan, ada game-game yang seru dan perenungan - perenungan yang membuat kami hanyut dalam tangis.
Nah, yang kami hari ini pun jauh lebih banyak dari hari- hari sebelumnya kami mempelajari
1. Subyektivisme dan Obyektivisme
2. Substansi filsafat ilmu pengetahuan : konfirmasi, inferensi dan telaah kontruksi teori (A. Susanto)
3. Memahami logika (Critical Thinking) atau prinsip-prinsip logika
4. Logika : deduksi dan induksi
SUBYEKTIVISME DAN OBYEKTIVISME
• Pengetahuan dipahami sebagai keyakinan yang dianut
oleh individu.
• Dari pangkal pandangan individu,
pengetahuan dipahami sebagai seperangkat keyakinan khusus yang dianut oleh para
individu.
• Pendukung pandangan ini adalah:
ü
Aristoteles,
Plato, Rene Descartes
ü
Kaum
Solipsisme (solo ipse)
ü
Kaum
Realisme Epistemologis
ü
Kaum
Idealisme Epistemologis
Ciri-ciri pendekatan Subyektivisme:
q Menggagas pengetahuan sebagai suatu keadaan mental
yang khusus (semacam kepercayaan yang istimewa),misalnya sejarah, kepercayaan yang lain, dst.
q Pengalaman subyektif (kokoh terjamin) sebagai titik tolak pengetahuan dari data
inderawi (intuisi) diri sendiri.
q Prinsip subyektif tentang alasan cukup,
karena pengalamanan bersifat personal, benar secara pasti dan meyakinkan karena
berlaku sebagai pengetahuan langsung dari diri subyek.
DESCARTES:
q Cogito ergo sum cogitans: saya berpikir maka saya adalah pengada
yang berpikir.
q Ketika Descartes berbicara mengenai “berpikir”,
ia tidak bermaksud secara eksklusif pada penalaran saja, tetapi melihat, mendengar, merasa, senang atau sakit,
kehendak (seluruh kegiatan sadar) masuk dalam kegiatan “berpikir”.
○
Realisme
Epistemologis : berpendapat bahwa kesadaran menghubungkan saya dengan “apa yg
lain” dari diri saya.
○
Idealisme
Epistemologis:
berpendapat bahwa setiap tindakan mengetahui berakhir di dalam suatu ide, yang
merupakan suatu peristiwa subyektif murni.
©
Banyak filsuf sesudah Descartes mengandaikan
bahwa satu-satunya hal yg dapat kita
ketahui dengan pasti adalah diri kita sendiri dan kegiatan sadar kita.
ketahui dengan pasti adalah diri kita sendiri dan kegiatan sadar kita.
©
Pengetahuan tentang diri sendiri merupakan
pengetahuan langsung.
©
Semua pengetahuan tentang sesuatu “yang
bukan aku” atau “yang diluar
diri sendiri” diragukan
kepastian kebenarannya.
©
Pengetahuan tetang “yang bukan aku” merupakan pengetahuan tidak langsung.
©
Bagaimana orang dapat keluar dari pikirannya
sendiri dan mengetahui dunia obyektif di luar diri?
©
Bagaimana
kita ketahui apakah gagasan
tentang obyek sesuai dengan obyeknya itu sendiri dan bukan ilusi kita
sendiri?
©
Descartes
menolak skeptisme yang membawanya justru ke arah subyektivisme.
SKEPTISME
©
Sifat dasar : kita tidak pernah tahu tentang apa
pun.
©
Menurut penganut skeptisisme mustahil manusia
mencapai pengetahuan tentang sesuatu, atau paling kurang manusia tidak pernah
merasa yakin apakah dirinya
dapat mencapai pengetahuan tertentu.
©
Skeptisisme meragu-ragukan kemungkinan bahwa
manusia bisa mengetahui sesuatu karena tidak ada bukti yang cukup bahwa
manusia benar - benar tahu tentang
sesuatu.
©
Descartes seorang rasionalis.
©
Baginya rasio atau pikiran adalah satu-satunya
sumber dan jaminan kebenaran pengetahuan.
©
Descartes meragukan pengalaman inderawi dalam
menjamin kebenaran pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang dunia luar kita.
©
Menurut Descartes bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa
dapat saja secara langsung memunculkan data-data indra dalam kesadaran kita tanpa harus ada “dunia
luar” yang mendasarinya.
©
Indera dapat memberikan pengetahuan tentang dunia fisik yang dapat
dipercayai
©
kebenaran
bukan karena indera sendiri dapat diandalkan, tetapi hanya berdasarkan
keyakinan Tuhan yang menciptakan indera pada manusia yang tidak mungkin menipu.
©
Kenyataan bukti bagi keyakinan nalar akan adanya
dunia luar atau “yang bukan aku” tidak kurang meyakinkan dibandingkan bukti
yang tersedia bagi kenyataan adanya subyek atau “aku”.
©
Descartes ke dalam posisi ekstrim yang disebut Solipsisme.
(bhasa Latin gabunga antara Solus dan ipse yang berarti “ia sendiri pada
dirinya”
©
Keberadaan atau pengetahuan mengenai “yang lain”
atau “yang bukan diri sendiri” hanya dapat disimpulkan secara tidak langsung
dari kebenaran dan pengetahuan mengenai diri sendiri.
©
Keberadaan sesuatu di luar diri atau “yang bukan
aku” dalam pengalaman sehari-hari misalnya menjadi jelas dari gejala bahasa.
©
Kenyataan adanya bahasa selalu mengandaikan
bahwa adanya pribadi atau subyek lain selain dirinya sendiri.
©
Bahasa sebagai saranan komunikasi untuk menjalin
hubungan dengan yang lain.
©
Berkaitan dengan gejala bahasa bahwa melalui
pengalaman sehari-hari terjadinya dilaog, yang mengandaikan adanya orang lain.
©
Dalam kesleuruhan proses dialog keberadaan
diandaikan adanya subyek lain atau “yang bukan aku” atau dia yang menjadi lawan
bicara ku.
©
Orang tdak akan mempunyai kesadaran eksplisit
ttg dirinya sebagai individu selain melalui interaksi dengan individu lain lain
atau “yang bukan aku”.
©
Kesadaran akan diri sendiri bukan suatu intuisi
langsung ttg diri dalam gagasan yang terpilah-pilah sebagaimana yang dipahami
Descartes.
©
Kesadaran akan diri sendiri merupakan hasil dari
suatu proses bertahap melalui pengalaman pergulatan dengan dunia luar.
©
Kita mengenal keberadaan dunia di luar diri dari
pengalaman berhadapa dan berinteraksi dengannya.
©
Aku bisa tahu bahwa orang lain yang menjadi
lawan bicara ku dalam dialog adalah pribadi seperti aku, karena dia
mengungkapkan perilaku sebagaimana aku berperilaku.
©
Aku sadar dan kenal diriku justru dalam
kesadaran dan pengenalan yang bukan aku.
©
Dalam kenyataan hidup diri sebagai subyek yang
bukan hanya berfungsi sebagai penahu (knower), tetapi juga sebagai
pelaku (agen) tidak bisa mengandaikan adanya “yang lain” baik sebagai
obyek pengetahuan dan kegiatannya maupun sebagai sesama subyek dalam
dialog.
©
Apabila paham subyektivisme hanya mau dikatakan
ttg pentingnya peran subyek atau sisi subyektivitas pengetahuan, maka paham ini
masih dapat diterima.
©
Apabila mengklaim bahwa sesungguhnya ada dan
dapat diketahui dengan pasti itu hanyalah subyek dan gagasannya, sedangkan
semuanya yang lain baik adanya maupun dapat diketahui perlu diragukan, maka paham
subyektivisme tersebut tidak dapat diterima.
©
Demikian juga paham bahwa semua jenis
pengatahuan itu selalu bersifat subyektif atau tidak memiliki kebenaran
obyektif, paham semacam itu dalam epistemogi pastas di tolak
OBYEKTIVISME
q Suatu pandangan yang menekankan bahwa
butir-butir pengetahuan manusia – dari soal yang sederhana sampai teori yang
kompleks – mempunyai sifat dan ciri yang melampaui (di luar) keyakinan dan
kesadaran individu (pengamat).
q Pengetahuan diperlakukan sebagai sesuatu
yang berada diluar ketimbang di dalam pikiran manusia.
q Pendukung pandangan ini adalah:
Popper, Latatos dan Marx
q Obyektivisme
merupakan pandangan bahwa obyek yang kita persepsikan melalui perantara indera
kita itu ada dan bebas dari kesadaran manusia.
q Objektivisme
ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya.
q Objektivisme
diartikan sebagai pandangan yang menganggap bahwa segala sesuatu yang diPahami
adalah tidak tergantung pada orang yang memahami.
Ada 3 pandangan dasar
Objektivisme:
- Kebenaran itu independen terlepas dari pandang subjektif,
- Kebenaran itu datang dari bukti faktual,
- Kebenaran hanya bisa didasari dari pengalaman inderawi.
Pandangan ini sangat dekat dengan positivisme dan empirisme.
Pengetahuan dalam pengertian Objektivis:
• sepenuhnya
independen dari klaim seseorang untuk mengetahuinya ;
• Pengetahuan itu terlepas dari
keyakinan seseorang atau kecenderungan untuk menyetujuinya atau memakainya untuk bertindak.
• Pengetahuan
dalam pengertian obyektivis
adalah pengetahuan tanpa orang: ia adalah pengetahuan tanpa diketahui subjek.”
(Karl R. Popper)
• Obyek
itu bersifat “umum” dalam
arti bahwa obyek yang sama dapat dipersepsikan oleh pengamat yang jumlahnya tidak terbatas.
• Obyek-obyek
itu bersifat permanen, baik untuk dipersepsikan atau pun
tidak.
• Obyek-obyek
memiliki kualitas-kualitas yang sama seperti yang disajikan kepada persepsi,
sehingga tindakan persepsi tidak mengubah sedikit pun obyek.
• Para filsuf Skolastik mengangap perlu untuk memperbaiki
beberapa keyakinan harian kita, yaitu: meletakkan
“kesalahan” pada indera, karena indera tidak pernah salah.
Untuk mempercayai kebenaran kesaksian inderawi, beberapa syarat harus dipenuhi:
a)
Obyek harus sesuai dengan jenis indera kita.
Warna-warna infra merah tidak cocok bagi indera kita.
b)
Organ indera harus normal dan sehat.
Misalnya buta, tuli, atau buta warna. Tidak dapat melakukan penginderaan secara
obyektif.
c)
Karena obyek ditangkap melalui medium, maka medium
itu harus ada. Misalnya, warna akan ditangkat idera dengan tepat apabila di
bawah sinar matahari dari pada di bawah sinar merah yang digunakan untuk
mencetak foto.
• Keyakinan tidaklah selalu obyektif
dalam hubungannya dengan kesadaran pertimbangan, tetapi obyek-obyek konseptual
benar-benar bersifat obyektif.
• Masalah
persepsi tetap merupakan masalah yang paling besar yang tidak terpecahkan di
dalam keseluruhan epistemologi.
Perlu mengingat pembedaan antara obyek khusus dan obyek
umum.
v Obyek
khusus merupakan data yang ditangkap hanya oleh satu indera. Misalnya,
warna, suara, bau.
v Obyek
umum merupakan data yang dapat ditangkap oleh lebih dari satu indera. Misalnya keluasan dan gerakan yang
dapat dilhat dan diraba atau oleh indera lainnya.
v Keyakinan tidaklah selalu obyektif
dalam hubungannya dengan kesadaran pertimbangan, tetapi obyek-obyek konseptual
benar-benar bersifat obyektif.
v Masalah
persepsi tetap merupakan masalah yang paling besar yang tidak terpecahkan di
dalam keseluruhan epistemologi.
Slide Subyektivisme dan Obyektivisme 19/09/2014 oleh Rm Carolus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar